Short Story: Mengapa Hujan Datang Disaat Yang Tidak Tepat?
- Ruurimaru

- May 18, 2020
- 5 min read
Updated: Jun 3, 2020
“Terima kasih atas pembeliannya. Silakan mampir lagi,“ Kata seorang pegawai yang melayani kami ketika kami hendak keluar dari mini market dekat taman kota.
“Duh, hujannya bakal lama kalau gini mah, ya?” Keluh gadis itu, melihat pemandangan yang basah dan semakin gelap di hadapannya.
Kami baru saja pulang sekolah setelah selesai dengan aktifitas klub. Di perjalanan, kami malah terkena hujan sehingga akhirnya memutuskan untuk berteduh di sebuah mini market yang kebetulan menyediakan tempat duduk di terasnya. Pakaian kami cukup basah membuat kami berdua kedinginan. Akhirnya kami masuk ke mini market untuk membeli minuman hangat.
Sambil menunggu, aku membuka kaleng kopi yang baru saja aku beli. Meneguknya sedikit membiarkan rasa pahit menyerap pada lidah kemudian menghangatkan tenggorokan. Kopi setelah berolahraga memang tidak baik, tapi kopi saat hujan adalah yang terbaik.
“Arrggh, kesal,” Kembali gadis itu mengeluh. “Padahal, pas pagi tadi aku nonton ramalan cuaca dan tau kalau jam segini bakal hujan. Kesel ih, malah lupa kalau hari ini ada latihan, jadinya gak bawa payung.”
“Dasar." Kataku. "Tapi aneh ya? Dulu saat manusia belum bisa memprediksi kapan hujan akan datang, ada pepatah yang mengatakan ‘Sedia payung sebelum hujan’. Sekarang, sudah diperingati malah gak dibawa payungnya.”
“Apa kamu? Nyindir? Mau nyeramahin aku?”
“Eehh? Bukan, orang aku juga lupa. Malah aku enggak nonton ramalan cuaca, jadi sebenernya aku gak tau kalau hari ini hujan,” Jawabku.
“Hehe, enggak, bercanda, kok.” Gadis itu tersenyum. Kemudian keheningan menemani kami.
Gadis itu bernama Reila.
Meskipun kami di klub yang sama, aku tidak begitu dekat dengannya. Malah aku tidak punya keberanian untuk dekat dengannya. Dia seorang gadis yang cantik, pandai, dan atletik. Selain itu, dia gadis yang baik yang bisa berteman dengan siapa saja, seorang gadis SMA yang sempurna. Jika diibaratkan sebuah cerita di dalam novel, dia seorang Heroine Utama. Tidak seperti aku. Seorang tokoh tambahan yang tidak memiliki nama di dalam sebuah novel. Kalaupun bisa disebut, aku hanya seorang ‘Murid B’ Ah enggak, malah aku hanya seorang ‘Murid C’. Dan tentu saja, yang menyukai gadis itu, bukan hanya aku. Siapapun akan menyukainya. Tidak mungkin aku bisa mendekatinya. Apalagi kalau yang mendekatinya adalah Seorang Tokoh Utama. Meskipun sejauh yang aku tahu dia belum punya pasangan, tetap saja tidak mungkin bagi ‘Murid C’ sepertiku. Menyedihkan ya, menjadi orang yang biasa-biasa saja.
Meskipun begitu, aku bersyukur bisa berteduh bersama dengannya. Tidak biasanya kami pulang bersama. Aku tahu rumahnya bukan ke arah sini, sepertinya dia mau menginap di rumah temannya. Karena kebetulan sekarang hari Jum’at, besok libur.
Reila mengeluarkan ponsel pintar di sakunya. Sambil meneguk kopi kaleng yang masih hangat, aku curi pandang pada layar ponselnya.
‘Aku terjebak hujan di mini market dekat taman, tolong aku. Kalau bisa ambilkan payung tambahan.’ Dikirim ke ‘Kacamata Kampret’
Kacamata Kampret? Siapa? Oh, mungkin Asakura, teman dekatnya. Dia pakai kacamata juga, dan kebetulan rumahnya ke arah sini. Aku tau karena tahun kemarin aku sekelas dengan Asakura. Saat itulah aku mulai kenal dengan Reila, ketika Reila main ke kelas kami untuk menemui Asakura. Meskipun sekilas, saat itu Reila tersenyum kepada ‘Murid C’ sepertiku. Senyuman itu langsung membuatku jatuh cinta padanya.
Memikirkan hal itu, aku jadi ingin tertawa. Maksudku, Reila adalah orang yang baik. Wajar saja dia tersenyum kepada seseorang yang melihatnya. Itu bukti dia gadis yang baik. Ia pasti tersenyum bukan hanya kepadaku, tapi kepada semua orang. Lucu sekali ya aku ini, karena itu saja aku jatuh cinta padanya sampai saat ini.
“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Serem..” Kata Reila.
“Ah enggak, aku hanya mengingat sesuatu yang lucu.”
“Sesuatu yang lucu? Aku? Iya dong, aku emang lucu dan gemesin, Hwaaahahaha!”
Reila tertawa menyombongkan dirinya.
“Iya, kamu.” Kataku. “Lucu, Selalu bersemangat, ceria, lembut dan baik kepada semua orang. Meskipun ketika aku perhatikan, terkadang senyum kamu sedikit dipaksakan. Apa kamu melakukan semua itu agar disukai oleh semua orang?”
Ya. Alasan kenapa aku jatuh cinta padanya adalah, karena senyum yang ia berikan kepadaku sedikit berbeda. Aku selalu memperhatikannya. Aku tidak pernah melihatnya tersenyum kepada orang lain dengan senyuman yang ia tunjukkan kepadaku.
Reila menundukkan wajahnya dan tiba-tiba menjadi diam kembali.
“Apa yang kamu tahu tentangku?” Suaranya melemah.
Aduh. Sepertinya aku salah ngomong. Aku seharusnya jangan mengatakan segala yang ia lakukan agar disukai oleh orang lain. Aku seperti tidak menghargai usahanya. Setiap orang punya masalahnya masing-masing. Ah bodoh aku.
“Kalau memang aku melakukan itu agar disukai oleh banyak orang, kenapa? Salah? Enggak boleh?”
“Aa-, enggak, aku enggak bilang salah atau enggak boleh. Hanya saja, terkadang aku melihat kamu menyakiti dirimu sendiri hanya demi orang lain. Maksudku, seharusnya kamu memikirkan kebahagiaanmu juga dan tidak memaksakan diri.”
“Kau benar.” Kata Reila, ia tersenyum tipis. “Padahal kita baru ngobrol dan berduaan seperti ini sekarang, tapi kamu berkata seperti sudah kenal aku lama sekali.” Lanjutnya.
“Aku selalu memperhatikanmu. Dari kejauhan. Selalu.”
“Eh?” Reila terkejut, ia menatapku sesaat kemudian lalu wajahnya memerah.
Eh? Kenapa wajahnya memerah.
Ia kemudian memalingkan wajahnya dariku. Aku bisa melihat nafasnya yang berat dari embun yang keluar dari mulutnya akibat perbedaan suhu. Apa jangan-jangan dia punya perasaan yang sama kepadaku? Maksudku tanggapannya sedikit aneh.
“Kalau, kamu tidak keberatan. Aku-“ Aduh, kenapa aku jadi malu untuk bilangnya. Ayolah diriku! Beranikan dirimu, jangan puas hanya menjadi murid biasa. Kamu harus jadi Tokoh Utama untuk kisah kamu sendiri sebagai ‘Murid C’
“Aku..” Detak jantungku berdetak dengan keras. “B-berbagi kebahagiaanlah denganku.”
“Eh? Apa maksudmu?” Reila menatapku dengan penuh harap.
Aku memalingkan wajahku, malu. “Maksudku, anu, itu, emm... Kalau kamu merasa memaksakan diri dan berusaha terlalu keras, bergantunglah kepadaku. bagikan masalahmu peadaku, dan aku akan bagikan kebahagiaan kepadamu.”
Ia masih menatapku. Sial aku jadi sangat malu.
“Anu, begitulah pokoknya. Aku sulit mengungkapkannya. Maafkan aku. Lupakan apa yang aku bilang barusan.”
Reila kemudian tertawa.
“Kenapa malah kamu sekarang yang tertawa? Apa ada yang lucu?”
“Enggak. Hanya saja,” Reila mengusap air mata yang keluar akibat tertawa. Kenapa ia terlihat begitu senang. “Padahal kamu tinggal bilang ‘Kalau butuh apa-apa, kamu bisa mengandalkanku’,”
“Yaaa bukan hanya itu saja maksudku,”
“Eh bukan?”
“Maksudku, aku.. Suka padamu.”
Reila terkejut kembali mendengar perkataanku. Begitupun denganku, aku tidak tahu kenapa kata-kata itu bisa keluar dari mulutku.
“Aneh ya,” Kata Reila. “Seperti hujan, ketika kita tak tahu perasaan orang lain, entah dia akan datang atau tidak kita akan bersiap dan menunggu. Sayangnya, aku malah bawa payung meskipun hujan tidak turun dan membiarkan payung itu berjalan bersama terik matahari. Dan saat ini, hujan turun ketika aku tidak membawa payung dan tak bisa membiarkannya menyambut sang hujan. Kalau saja ada ramalan cuaca pada hati manusia, aku yakin kita tidak akan seperti ini.”
Reila menatapku, “Shou, menurutmu, kenapa hujan datang disaat yang tidak tepat?”
Aku tidak bisa menjawab.
Kami terdiam. Ditemani suara hujan deras yang berteriak betapa bodohnya diriku telah menjadi pecundang yang tidak bisa menutupi terangnya sinar matahari lebih awal.
Tak lama kemudian, seorang pria keluar dari sebuah mobil yang diparkirkan di depan mini market. Ia melindungi tubuhnya dengan payung, sambil membawa satu payung lain di tangan satunya, mendekati kami berdua. Pria itu menggunakan kacamata.
Payung itu diberikan kepada Reila. Dan Reila memberikan payung itu kepadaku.
“Aku pergi duluan,” Kata Reila.
Payung hanya melindungi pria berkacamata dengan Reila sampai pada mobil yang dibawa oleh pria berkacamata itu.
Jadi begitu. ‘Kacamata Kampret’ itu bukan Asakura. Dia sang matahari.
Tamat.
Comments